Selamat Jalan Ayah..
Cerita 18-21 Juli 2005
Mencoba menulis kembali, sejak kepergian Ayahanda tercinta, Hamdani bin Berkat Mashuri, kembali menghadap Yang Kuasa. Ada banyak hal yang bikin ga bisa nulis di sini untuk beberapa waktu lalu, salah satunya adalah kebingungan untuk memulai kata dan kalimat apa yang harus diketik di keyboard ini. Berikutnya juga ada, sebagai anak laki-laki tertua, mulia merasa dan mencoba menjadi kepala keluarga pengganti, walaupun ga mungkin bisa menggantikan beliau.
Sebuah guliran cerita dari 18 sampai 21 Juli yang segalanya menyangkut beliau selalu ada di benak. Pada hari Senin, 18 Juli 2005, seperti biasa, beliau harus menjalankan cuci darah, yang ternyata nantinya adalah cuci darah terakhir yang beliau jalankan. Proses hari itu ternyata sangat lancar tanpa hambatan apapun, tidak seperti sebelumnya yang kadang seperti haris berhenti, mampet, ataupun selang yang berubah posisi dan sebagainya.
Malamnya hingga Selasa malam, ternyata beliau merasa tidak enak badan, tapi masih belum mau untuk dibawa ke Rumah Sakit meskipun dipaksa. Hari Rabu, 20 Juli 2005, mendekati tengah hari, saya mendapatkan sebuah telpon dari Bunda untuk mengantar Ayah ke Rumah Sakit karena kondisinya yang sedang drop. Pulanglah dan sesampai di rumah ternyata sedang menunggu ambulance yang sudah dipanggil dan juga mobil dinas dari KODAM III Siliwangi yang biasanya mengantar beliau ke Rumah Sakit Dustira.
Sampai jam setengah 2, ambulance belum tiba tapi mobil dinas sudah datang dan tabung oksigen yang biasa digunakan pada saat beliau merasa sesak sudah mendekati kosong, jadi pada saat itulah keputusan untuk membawa beliau langsung tanpa menunggu ambulance diputuskan.
Sampai di Dustira mungkin sekitar jam 3 lebih, dan beliau langsung dibawa ka UGD dan di"stabil"kan. Tidak lama kemudian beliau sudah bisa masuk ke paviliun Mawar kamar 3. Kondisi membaik sampai dengan sore, saat beliau mulai seperti kehilangan kesadaran.
Sebelum Maghrib saya harus pulang dulu untuk mengambil keperluan menginap di Rumah Sakit seperti yang sudah sering dilakukan. Tapi pada saat kembali ke paviliun, cairan di perut Ayah sudah disedot untuk mengurangi rasa sakit yang memang mungkin sangat terasa sebelum disedot.
Dari setelah cairan perut disedot, ternyata kondisi beliau terus turun. Sampai dengan mendekati pukul 21.00 malam sudah dua orang "pintar" yang didatangkan oleh salah satu bawahan beliau untuk membantu siapa tau bisa membantu untuk menyembuhkan. Sekitar pukul 21.00 lebih, beliau dibawa ke ruang ICU karena kondisinya yang terus turun.
Entah bagaimana, entah apa, mendekati tengah malam kondisi beliau terus turun dan pada saat saya sadar ternyata denyut jantung yang ditampilkan di segala macam alat yang tertempel di badan beliau sudah menunjukkan angga "0", dan begitu juga nafas. Perawat disana pun langsung melakukan CPR untuk membantu memulihkan kondisi tersebut.
Bunda sudah mulai menangis, Agam sudah mulai risau, dan pada saat itu saya hanya berpikir untuk harus siap untuk segalanya, seperti yang ada di sms seorang "kekasih" yang mengatakan agar siap untuk segala macam kemungkinan. Setelah kurang lebih 15 menit Dokter yang ada mengatakan untuk berhenti dan mencatat waktu kematian.. pukul 23.45 atau pukul 23.50, entah mana yang benar.
Setelah itu saya tidak tau lagi apa yang harus diceritakan, tentang menelpon semua orang yang dekat dan mungkin butuh diberi tau tentang kabar ini, kemudian keputusan pemakaman, dan memandikan jasad almarhum di Dustira secara langsung, pengkafanan dan sebagainya.
Kurang lebih pukul 04.00 dini hari, Kamis, 21 Juli 2005 rumah sudah terang benderang karena persiapan sholat jenasah dan pemakaman. Semua orang yang harus tau di lingkungan rumah sudah diberi tau melalui satpam yang saya temui pada saat sampai di rumah. entah, semua seperti berjalan begitu cepat dan tidak sesulit yang ditakutkan. bahkan untuk menceritakannya pun sulit.
Yang jelas, sampai dengan jam 11.20 siang hari itu, kami hanya menunggu kakak tertua, Putri pertama almarhum, Mbak Eka dan anknya, cucu almarhum, Sinta tiba dari Malang untuk melihat terakhir kalinya wajah beliau yang beristirahat, alhamdulillah, dalam keadaan bibir yang tersenyum, setidaknya seperti tersenyum.
Setelah itu Acara pemakaman secara militer dilaksanakan karena semua urusan kemiliteran sudah diurus oleh teman, sahabat, dan sejawat Ayah selama beliau bertugas di KODAM III. Tidak lama kemudian iringan pun berjalan ke Taman Makam Bahagia Cikutra, Bandung untuk Upacara kemiliteran lainnya dan pemakaman secara militer dan lain-lain.
Mungkin hanya segitu yang bisa dituliskan di sini, karena tidak semua bisa dituliskan secara lengkap dan tidak juga dengan bahasa yang mungkin mudah dimengerti. Mungkin karena masih ada sesak, masih ada air mata yang tertahan dan tertampung yang membuat masih sulitnya menulis dan bercerita tentang hal ini. Namun saya ingin menuliskannya, setidaknya untuk orang-orang yang ingin tau dan sebagainya.
Sedikit hal yang membuat sedikit lega, Beliau pergi tidak dalam kesakitan, karena pada saat itu beliau sedang tidur dan tidak merasakan apapun. Saya, dan beberapa orang yang hadir pada saat-saat terakhir sebelum beliau tidak sadarkan diri melihat pandangan beliau pada Bunda, dan kami, putra putrinya dengan pandangan kasih, bukan pandangan sangar seperti biasa orang melihat beliau dengan wajahnya yang mungkin garang. Kemudian, semua urusan ternyata mudah karena banyak yang mau membantu. Ada juga beberapa hal yang terkuak, ternyata semua keinginan terakhir beliau masih sempat terlaksana, seperti inginnya menengok saudara dan makam Ayahnya (kakek saya) di Banda Aceh pasca gempa dan tsunami. dan juga beberapa keinginan lainnya. Terakhir, beliau pergi dengan senyum yang terkembang dibibirnya.
Terakhir ditulisan kali ini. Semoga Allah SWT menerima beliau; Istri, Ayah, Kakek, Kakak, Adik, dan Kerabat dari kami yang mencintainya meski mungkin kami susah untuk menunjukkannya; di tempat terbaik di sisi-NYA. Semoga Allah SWT juga mengampuni segala dosa dan kesalahan yang pernah beliau lakukan secara sengaja ataupun tidak, karena manusia memang ladang khilaf. Dan semua kerabat, teman, sahabat dan yang pernah mengenal, bertemu atau setidaknya tau, mau memaafkan kesalahan yang mungkin pernah beliau lakukan pada mereka.
Papa, Opa, Mas, Abang.. Kami semua mencintaimu..
Ps: Mungkin nanti akan ada beberapa photo beliau, yang akan saya upload ke sini.
Mencoba menulis kembali, sejak kepergian Ayahanda tercinta, Hamdani bin Berkat Mashuri, kembali menghadap Yang Kuasa. Ada banyak hal yang bikin ga bisa nulis di sini untuk beberapa waktu lalu, salah satunya adalah kebingungan untuk memulai kata dan kalimat apa yang harus diketik di keyboard ini. Berikutnya juga ada, sebagai anak laki-laki tertua, mulia merasa dan mencoba menjadi kepala keluarga pengganti, walaupun ga mungkin bisa menggantikan beliau.
Sebuah guliran cerita dari 18 sampai 21 Juli yang segalanya menyangkut beliau selalu ada di benak. Pada hari Senin, 18 Juli 2005, seperti biasa, beliau harus menjalankan cuci darah, yang ternyata nantinya adalah cuci darah terakhir yang beliau jalankan. Proses hari itu ternyata sangat lancar tanpa hambatan apapun, tidak seperti sebelumnya yang kadang seperti haris berhenti, mampet, ataupun selang yang berubah posisi dan sebagainya.
Malamnya hingga Selasa malam, ternyata beliau merasa tidak enak badan, tapi masih belum mau untuk dibawa ke Rumah Sakit meskipun dipaksa. Hari Rabu, 20 Juli 2005, mendekati tengah hari, saya mendapatkan sebuah telpon dari Bunda untuk mengantar Ayah ke Rumah Sakit karena kondisinya yang sedang drop. Pulanglah dan sesampai di rumah ternyata sedang menunggu ambulance yang sudah dipanggil dan juga mobil dinas dari KODAM III Siliwangi yang biasanya mengantar beliau ke Rumah Sakit Dustira.
Sampai jam setengah 2, ambulance belum tiba tapi mobil dinas sudah datang dan tabung oksigen yang biasa digunakan pada saat beliau merasa sesak sudah mendekati kosong, jadi pada saat itulah keputusan untuk membawa beliau langsung tanpa menunggu ambulance diputuskan.
Sampai di Dustira mungkin sekitar jam 3 lebih, dan beliau langsung dibawa ka UGD dan di"stabil"kan. Tidak lama kemudian beliau sudah bisa masuk ke paviliun Mawar kamar 3. Kondisi membaik sampai dengan sore, saat beliau mulai seperti kehilangan kesadaran.
Sebelum Maghrib saya harus pulang dulu untuk mengambil keperluan menginap di Rumah Sakit seperti yang sudah sering dilakukan. Tapi pada saat kembali ke paviliun, cairan di perut Ayah sudah disedot untuk mengurangi rasa sakit yang memang mungkin sangat terasa sebelum disedot.
Dari setelah cairan perut disedot, ternyata kondisi beliau terus turun. Sampai dengan mendekati pukul 21.00 malam sudah dua orang "pintar" yang didatangkan oleh salah satu bawahan beliau untuk membantu siapa tau bisa membantu untuk menyembuhkan. Sekitar pukul 21.00 lebih, beliau dibawa ke ruang ICU karena kondisinya yang terus turun.
Entah bagaimana, entah apa, mendekati tengah malam kondisi beliau terus turun dan pada saat saya sadar ternyata denyut jantung yang ditampilkan di segala macam alat yang tertempel di badan beliau sudah menunjukkan angga "0", dan begitu juga nafas. Perawat disana pun langsung melakukan CPR untuk membantu memulihkan kondisi tersebut.
Bunda sudah mulai menangis, Agam sudah mulai risau, dan pada saat itu saya hanya berpikir untuk harus siap untuk segalanya, seperti yang ada di sms seorang "kekasih" yang mengatakan agar siap untuk segala macam kemungkinan. Setelah kurang lebih 15 menit Dokter yang ada mengatakan untuk berhenti dan mencatat waktu kematian.. pukul 23.45 atau pukul 23.50, entah mana yang benar.
Setelah itu saya tidak tau lagi apa yang harus diceritakan, tentang menelpon semua orang yang dekat dan mungkin butuh diberi tau tentang kabar ini, kemudian keputusan pemakaman, dan memandikan jasad almarhum di Dustira secara langsung, pengkafanan dan sebagainya.
Kurang lebih pukul 04.00 dini hari, Kamis, 21 Juli 2005 rumah sudah terang benderang karena persiapan sholat jenasah dan pemakaman. Semua orang yang harus tau di lingkungan rumah sudah diberi tau melalui satpam yang saya temui pada saat sampai di rumah. entah, semua seperti berjalan begitu cepat dan tidak sesulit yang ditakutkan. bahkan untuk menceritakannya pun sulit.
Yang jelas, sampai dengan jam 11.20 siang hari itu, kami hanya menunggu kakak tertua, Putri pertama almarhum, Mbak Eka dan anknya, cucu almarhum, Sinta tiba dari Malang untuk melihat terakhir kalinya wajah beliau yang beristirahat, alhamdulillah, dalam keadaan bibir yang tersenyum, setidaknya seperti tersenyum.
Setelah itu Acara pemakaman secara militer dilaksanakan karena semua urusan kemiliteran sudah diurus oleh teman, sahabat, dan sejawat Ayah selama beliau bertugas di KODAM III. Tidak lama kemudian iringan pun berjalan ke Taman Makam Bahagia Cikutra, Bandung untuk Upacara kemiliteran lainnya dan pemakaman secara militer dan lain-lain.
Mungkin hanya segitu yang bisa dituliskan di sini, karena tidak semua bisa dituliskan secara lengkap dan tidak juga dengan bahasa yang mungkin mudah dimengerti. Mungkin karena masih ada sesak, masih ada air mata yang tertahan dan tertampung yang membuat masih sulitnya menulis dan bercerita tentang hal ini. Namun saya ingin menuliskannya, setidaknya untuk orang-orang yang ingin tau dan sebagainya.
Sedikit hal yang membuat sedikit lega, Beliau pergi tidak dalam kesakitan, karena pada saat itu beliau sedang tidur dan tidak merasakan apapun. Saya, dan beberapa orang yang hadir pada saat-saat terakhir sebelum beliau tidak sadarkan diri melihat pandangan beliau pada Bunda, dan kami, putra putrinya dengan pandangan kasih, bukan pandangan sangar seperti biasa orang melihat beliau dengan wajahnya yang mungkin garang. Kemudian, semua urusan ternyata mudah karena banyak yang mau membantu. Ada juga beberapa hal yang terkuak, ternyata semua keinginan terakhir beliau masih sempat terlaksana, seperti inginnya menengok saudara dan makam Ayahnya (kakek saya) di Banda Aceh pasca gempa dan tsunami. dan juga beberapa keinginan lainnya. Terakhir, beliau pergi dengan senyum yang terkembang dibibirnya.
Terakhir ditulisan kali ini. Semoga Allah SWT menerima beliau; Istri, Ayah, Kakek, Kakak, Adik, dan Kerabat dari kami yang mencintainya meski mungkin kami susah untuk menunjukkannya; di tempat terbaik di sisi-NYA. Semoga Allah SWT juga mengampuni segala dosa dan kesalahan yang pernah beliau lakukan secara sengaja ataupun tidak, karena manusia memang ladang khilaf. Dan semua kerabat, teman, sahabat dan yang pernah mengenal, bertemu atau setidaknya tau, mau memaafkan kesalahan yang mungkin pernah beliau lakukan pada mereka.
Papa, Opa, Mas, Abang.. Kami semua mencintaimu..
Ps: Mungkin nanti akan ada beberapa photo beliau, yang akan saya upload ke sini.
4 Comments:
Saya terharu membaca tulisan ini...dan ga bisa bayangin kalo saya ada diposisi kamu...tapi hal ini pasti terjadi pada semua orang...saya turut berduka cita semoga Almarhum Ayah kamu bisa diterima disisi Allah SWT...:)
Terima kasih atas komentarnya, dan terima kasih juga untuk doanya.. semoga yang terbaik memang seperti yang sudah digariskan olah-Nya..
btw, anonymous... siapa yah?
jujur aja, hari itu pertama kalinya aku lihat pemakaman militer. sedikit menyayangkan karena pihak keluarga memiliki keterbatasan untuk mengurus jenazah almarhum secara langsung. gak bisa menggotong dan memasukkan jenazah almarhum ke tempat peristirahatannya seperti yang aku lakukan dulu. tapi di satu sisi, melihat jajaran yang hadir di hari itu aku salut terhadap almarhum. pastinya gak sedikit jasa yang telah beliau sumbangkan untuk negeri ini.
semoga almarhum diterima di sisi-Nya...
dan semoga kita benar2 seri... (he3x apa coba...)
amin...
keinginan untuk mengangkat langsung jenazah beliau memang ada, tapi semua sudah diurus oleh kemiliteran, dan itulah mungkin yang tidak enaknya untuk seorang tentara yah.. tapi untunglah semua bisa selesai dengan baik.. terima kasih untuk doanya..
dan... apapun itu.. seri atau bukan, jika itu baik.. saya ikutan deh.. hehehe...
amin..
Kommentar veröffentlichen
<< Home